Kebaikan Tanpa Ilmu - Refleksi Prie GS -


Seperti jamaknya barang baru, ia menyita semua konsentrasi. Begitu pulang saya langsung menuju ke situ. Barang baru itu adalah kolam ikan koi saya yang baru.

Ini adalah kolam amatiran. Kelas kolam ini hanya ikut-ikutan. Tapi hal itu tidak menghalangi saya untuk bergairah. Saya membeli ikan-ikan itu sendiri, saya menguras kolam itu sendiri, dan saya memberi makan ikan-ikan itu sendiri. Kata “sendiri” saya tekankan untuk menunjukkan bahwa ini adalah proyek pribadi

Begitu perhatiannya saya, walau sejenakpun tidak saya biarkan ikan-ikan koi itu kelaparan. Begitu datang saya taburi makanan, begitu mau pergi saya taburi makanan. Saya tidak ingin ikan-ikan itu menderita. Dalam sehari, bisa bekali-kali kolam itu saya taburi makanan. Hasilnya, ikan-ikan koi itu langsung gemuk dalam beberapa hari. Tapi kemudian, satu persatu ikan mati. Hari ini mati satu, besok mati satu, esoknya lagi mati satu. Saya sungguh sedih.

Tapi teman saya malah tertawa melihat kesedihan saya. “Ikan koi tidak butuh banyak makan. Ia tahan lapar. Sehari cukup diberi makan 2 kali, itupun tak sebanyak ini”, kata teman saya. Berlanjutlah kuliah umum tentang bagaimana cara bijak beternak ikan koi. Banyak keharusan yang harus dijalankan. Dan keharusan itulah yang saya langgar. 

Ikan-ikan itu tidak mati karena penyakit, tapi karena kekenyangan. Ikan-ikan itu mati bukan hasil kejahatan, tapi karena cinta dan kasih sayang. Kebaikan tanpa ilmu ternyata bukan hanya tidak ada gunanya, tapi ia amat berbahaya. Kita bisa mencintai seseorang, sambil pelan-pelan membunuhnya tanpa menyadarinya. (PrieGS/)

Terima kasih telah membaca artikel tentang Kebaikan Tanpa Ilmu - Refleksi Prie GS - di blog Refleksi Prie GS bila artikel ini bermanfaat silahkan bookmark halaman ini di web browser anda, dengan cara menekan Ctrl + D pada tombol keyboard anda.

Artikel terbaru :