Refleksi Prie GS : Adab Akhir Tahun

REFLEKSI PRIE GS - Kedatangan yang baru tak boleh meniadakan yang lama. Kedatangan ojek baru, tak boleh membuang ojek lama. Begitu juga kedatangan minimarket baru, tak boleh membuang warung-warung lama. Adab kepada tradisi adalah alasan utamanya. Berikut ini adalah penjelasan sederhana mengapa adab itu penting sekali bagi tradisi.

Warung-warung di pinggir jalan itu, ojek-ojek di pangkalan itu, atau pasar-pasar tiban, pasar krempyeng, pasar tumpah, atau apapun sebutannya, mereka tidak lahir dari kurang kosong. Begitu juga dengan jalan setapak, gubuk dan rumah-rumah sederhana dan kampung-kampung terpencil. Mereka adalah para perintis. Para pemula dan pemuka. Mereka adalah langkah pertama yang memberi kemudahan bagi langkah kedua, ketiga dan seterusanya. Tanpa langkah mereka, langkah kita di hari ini tak akan ada.

Jika ada generasi yang datang belakangan lalu berkacak pinggang, melihat sekelilingnya dengan tasa menang karena yang ia lihat hanya terlihat sebagai kuno, kumal, dan serba ketinggaan , ia adalah pihak yang angkuh. Seluruh apa yang ia kitik itu adalah pembentuk hidupnya. Para pengritik sekolah harus berterimakasih pada sekolah karena ia bisa mengritik sekolah dengan jalan bersekolah. Generasi mendatang yang seolah-olah lebih pintar dari pendahulunya lebih karena jalan mereka telah disiapkan. Jalan itu mungkin terjal dan beliku, tetapi itulah jalan terbaik dan satu-satunya.



Mengamati kelahiran ojek, misalnya, sungguh mengharukan. Semula semua rute mereka adalah rute yang sepi, becek dan berlumpur. Merekalah para petintis itu, lengkap dengan kekurangan dan kelebihannya. Merekalah para pemberani yang sebenarnya. Meletakkan batu pertama dan menegaskan dengan gagah betapa ojek kemudian lahir dan ada. Bahkan sampai di hari ini, ojek merambah hingga ke dalam bandara. Betapapun internasional mutu sebuah bandara itu, ada sebuah celah yang luput, dan hanya ojek yang sanggup menambalnya.

Tugas negara adalah melindungi ojek ini. Bukan, bukan ojek, tetapi ojek sebagai peristwa tradisi. Begitu juga dengan warung-warung dan pasar-pasar tradisi, yang telah mengawali sebuah sejarah, ketika yang lain sama sekali belum berani membuat keputusan apapun. Ada yang tidak berani karena memang belum lahir. Tapi ada yang tidak berani karena memang menunggu: biarlah yang lain mengejrakan dan aku tinggal mendompleng dan menunggu, begitu niatnya di dalam hati.

Itulah mengapa pusat-pusat belanja raksasa tidak lahir belakangan. Mereka lahir kemudian, di hari ini, setelah jalan-jalan dilebarkan, setelah keramaian datang, mereka baru berani datang. Di mata saya, mereka kalah jagoan dengan warung rombeng di pinggir hutan yang berani memulai dari tempat yang paling sepi. Kepada para pionir ini, generasi mendatang harus menaruh rasa hormat yang dalam.
Kekurangan mereka pasti selalu ada. Itulah tugas generasi kemudian untuk menyempurnakan, dan bukan untuk sama sekali melenyapkan. Memang ada penjaga warung yang melayani pelanggan dengan punggung penuh bilur kerokan dan tambalan koyo di sekujur bada. Memang ada penjual bakmi kuah yang bakminya enak tetapi kaos yang ia pakai seperti hanya satu belaka sampai hari kiamat. Ini memang dosa profesional, tetapi bukan dosa tak berampun. Hanya karena noktah itu, mereka tak layak dilenyapkan. Apalagi jika alasan di sebaliknya adalah kapitalisasi dan industrialisasi. Tanpa mewarat tradisi manusia akan menjadi sekumpulan zombie.

Sumber:
Facebook Refleksi Prie GS
Terima kasih telah membaca artikel tentang Refleksi Prie GS : Adab Akhir Tahun di blog Refleksi Prie GS bila artikel ini bermanfaat silahkan bookmark halaman ini di web browser anda, dengan cara menekan Ctrl + D pada tombol keyboard anda.

Artikel terbaru :