Refleksi Prie GS : Manusia Kepentingan

Pada suatu perjalanan saya berhenti untuk mencari makan pagi. Pilihan jatuh ke sebuah alun-alun di kota kabupaten yang lazim berdekatan dengan masjid agung setempat. Sambil makan inilah saya mendengar pengajian Minggu pagi oleh seorang ustad yang jelas terpancar dari pengeras suara hingga ke luar masjid. Cerita ustad inilah yang akan saya sarikan.

Initinya ialah tentang undangan ceramah yang dibatalkan. Pembatalan itu berjalan sangat praktis, hanya lewat SMS. Itupun tanpa menyebut nama, kapan dan di mana. SMS yang sudah kurang sopan ditambah merepotkan. Sang ustad harus menelisik jadwal yang dimaksud. Itu soal pertama.

Soal kedua adalah soal jenis pembatalan. Tak ada yang keliru dari hajat yang dibatalkan apalagi jika kuat alasan. Sang Ustad pernah dengan gembira mengabarkan pembatalannya karena ceramah untuk khitanan itu memang harus batal. Bagaimana mungkin tak batal karena anak yang mau dikhitan lari-lari ketakutan saat jatuh tempo datang. Dengan besar hati sang ustad memahami ini. Tapi pembatalan kali ini sungguh sangat berbeda. Acara itu sendiri tak batal. Ceramah juga tidak batal. Yang batal hanyalah pembicaranya. Untuk alasan yang tak dijelaskan pembicara pertama ini diganti begitu saja.

Tersinggunglah sang ustad untuk kali kedua. Cukup? Belum. Karena tanpa diduga panitia pembatal itu datang ke rumahnya. Dugaan pertama panitia ini pasti hendak meminta maaf atas cacat etika yang mereka lakukan. Lumayan kalau memang demikian. Kesalahan itu hukumnya sederhana: pertama disadari, kedua diakui dan ketiga baru dimaafkan. Tetapi dugaan itu tak terbukti. Panitia itu datang bukan untuk menyadari kesalahannya melainkan malah untuk menyuruh sang ustad menelpon ustad penggantinya. Kabar penggantian sepihak itu tampaknya bocor dan di dengar ustad pengganti. Merasa tak enak hati ustad pengganti yang bijaksana itu hanya mau datang kalau yang meminta adalah ustad pertama. Panitia kebingungan. Dan untuk itulah mereka datang. Jadi bobot kedatangan pihak yang bingung dengan kepentingannya sendiri sungguh tak sebanding dengan kedatangan pihak yang hendak mengakui kesalahan. Sang ustad ini sudah berkali-kali terhina, masih harus kehilangan pulsa.

Hampir tersedak saya oleh asupan makan pagi. Cerita itu membuat saya harus menahan gelak. Bukan karena melihat kemalangan beruntun seorang penceramah melainkan pengalaman itu dekat dengan hidup saya dan soal yang lebih buruk dari itu pernah saya alami. Mutu kita sebagai manusia sungguh diuji jika sedang berhadapan dengan manusia jenis begini.

Saya menyebutnya sebagai manusia kepentingan. Hanya kepentingan belaka yang menjadi sumber orientasi orang jenis ini. Tanpa kepentingan, dan itupun hanya kepentingannya sendiri, orang-orang ini bisa sangat tidak peduli. Tugas kita bukanlah mengurus mereka. Mereka tak perlu diurus karena sama sekali tidak penting. Tugas kita adalah mengurus adakah watak serupa diam-diam juga ada di dalam diri sendiri.

Sumber
Facebook Refleksi Prie GS
Terima kasih telah membaca artikel tentang Refleksi Prie GS : Manusia Kepentingan di blog Refleksi Prie GS bila artikel ini bermanfaat silahkan bookmark halaman ini di web browser anda, dengan cara menekan Ctrl + D pada tombol keyboard anda.

Artikel terbaru :