Keruh Media -Refleksi-

Keruh Media

Generasi wartawan seangkatan saya tentu masih sanggup membayangkan betapa besar kekuatan Surat Izin Penerbitan Pers (SIUPP). Sangat besar, karena surat izin diberikan oleh negara saat itu secara sangat ketat dan terbatas. Hasilnya ialah, di setiap provinsi hanya ada stau koran besar, dan di sebuah negara hanya ada nyaris satu koran nasional.
Setelah SIUPP diberikan pun, masih terbayang, bagaimana ia harus dipertahankan. Cara bertahan media saat itu nyaris seragam: menempuh jalan aman. Bahkan jika sebatang pohon tumbang, benar-benar pohon, jika pohon itu
menyerupai simbol partai, media akan menahan diri untuk memberitakan.
Saat itu saya sedang bergiat sebagai karikaturis. Pernah saya menyodorkan gambar wajah seseorang, itupun bukan kritik, melainkan pujian, tetapi karena pemilik wajah itu terkenal ditakuti dan menakutkan maka nasib gambar saya itu sungguh memilukan. Gambar ini dilempar kembali ke saya sebelum benar-benar dilihat oleh atasan.
‘’Wajah yang ini jangan sekali-kali kau sentuh. Aja diuthik-uthik,’’
kata beliau. Kalau Anda orang Jawa, permintaan ‘’aja diuthik-uthik’’ ini adalah derajat permintaan tertinggi dari sebuah puncak rasa takut. Maka jika atasan saja begitu ketakutan, Anda bisa bayangkan ketakutan di level seperti saya. Saat itu, saya menyudut di ruang kantor sambil gemetaran. Ketika rekan kantor melihat saya seperti orang kedinginan ia heran dan bertanya dan saya katakan bahwa
saya sedang tak enak badan.
Tetapi penjelasan saya ini sebenarnya tak penting amat. Karena pertanyaan rekan tadi juga tak penting amat. Ia tak lebih dari basa-basi orang-orang yang sedang hidup dalam ketakutan kolektif. Kalaupun saya jelaskan soal yang sebenarnya, rekan ini pasti juga akan sama takutnya dan malah akan membuat saya makin tesudut sendirian. ‘’Karena hanya dengan
satu gambarmu itu bisa hancur seluruh perusahaan,’’ begitulah kira-kira komentarnya yang saya bayangkan bernada ikut menyalahkan. Maka sejak itu, saya benar-benar sukses memelihara rasa takut.
Maka jangan dibayangkan, jika melihat atasan saja takut, tak terbayang ketakutan saya kepada pejabat penguasa SIUPP. Cara terbaik untuk melawan ketakutan ini satu saja: memuji siapa saja yang saya takuti. Maka tak peduli apapun keadaan, saat itu, hampir seluruh berita di media massa benar-benar berisi kabar baik, kabar gembira, optimisme, kemajuan dan pembangunan.
Tetapi kemudian zaman berubah, SIUPP tak pagi diperlukan.
Media massa yang semula penuh kekeramatan menjadi serupa kerajinan tangan. Semula yang tersumbat lalu jebol bak gelombang. Semua bisa dan boleh membuat majalah dan koran. Menyenangkan untuk sejenak karena apa yang semula terkekang menjadi kebebasan. Tapi kebebasan itu makin terus dan tanpa hambatan. Jurnalistik kemudian kehilangan jurnalisme. Lalu penerbitan benar-benar hanya berisi tulisan. Berita, gosip, opini, fakta, fiksi menjadi tak penting lagi karena telah serupa oplosan. Sebagai wartawan saya merasa era saya telah tutup buku karena untuk menulis, tak dibutuhkan lagi ilmu menulis.
Tetapi betapapun era itu mengejutkan dari sisi kebebasan, koran, majalah dan televisi di era ini masih memiliki organisasi
Ada reporter, ada pemimpin redaksi walau siapapun bisa jadi reporter dan siapapun bisa jadi pemimpin redaksi. Tetapi setidaknya masih ada tegangan, tarik menarik, tawar menawar dan pertimbangan kolektif.
Tetapi kolektivitas semacam ini umurnya singkat sekali begitu internet menemukan sosial media. Koran, majalah, televisi lalu menjadi ranah pribadi. Semua orang memiliki koran dan TV pribadinya sendiri bernama Facebook dan You Tube. Reporter, redaktur, pemimpin redaksi boleh dirangkap cukup oleh diri sendiri. Sangat mudah.
Tapi di era yang penuh kemudahan inilah sesungguhnya akan menjadi era yang penuh kesulitan justru karena kuatnya faktor diri sendiri. Karena persoalannya: siapa diri sendiri ini.
Terima kasih telah membaca artikel tentang Keruh Media -Refleksi- di blog Refleksi Prie GS bila artikel ini bermanfaat silahkan bookmark halaman ini di web browser anda, dengan cara menekan Ctrl + D pada tombol keyboard anda.

Artikel terbaru :