Makna Itu Tergantung Pemberian Kita - Refleksi Prie GS-

Saya ingin menceritakan sebuah pengalaman di keluarga saya, barangkali pengalaman ini tidak bermutu, tetapi saya ingin menceritakannya. Ini tentang kelakuan saya selaku suami yang suatu kali sangat ingin makan dirumah, karena saya ini pernah sangat terpenjara oleh citra masakan yang dibuat ibu saya dan pada perkawinan awal-awal kami, saya ingin masakan seperti inilah yang dimasak oleh istri saya. Sebagian kita pasti pernah sangat dekat dengan masakan ibu dan masakan itu pasti telah menjajah lidah kita terlalu lama sehingga kepada istri-istri kita, kita juga menghendaki rasa yang pernah diciptakan atau digubah oleh ibu-ibu kita, ini pengalaman yang saya alami.

Saya dikantor melapar-laparkan diri, karena anda bisa bayangkan bahwa syarat sebuah makan enak disamping lauknya yang cocok juga kelaparan harus menjadi syaratnya. Maka kelaparan itu harus saya bikin ada di puncaknya. Saya pulang, saya sudah interogasi istri bahwa masakan itu sudah siap sempurna, maka dengan segenap ekspresi suami yang berterima kasih kepada istri tercinta, saya ciumi dia sebelum saya menyantap masakan kesukaan saya ini, dan awalan ini betul-betul nyaris menjadi sempurna jika tidak, jika tidak bahwa masakan ini ternyata lupa diberi garam.

Betapa tegangnya pemasak pemula ini, tapi begitu ingin dia membahagiakan suaminya, tetapi akhirnya bencana inilah yang terjadi. Anda bisa bayangkan ditengah kelaparan yang begitu sengitnya saya harus makan sayur, sayur yang saya bayangkan seenak masakan ibu saya, tetapi ini sama sekali tanpa garam. Saat itu, rambut saya nyaris menjadi keriting seketika oleh sebuah uap kemarahan. Kalau anda pecinta makan di rumah, kalau anda sudah lama dijajah oleh masakan ibu anda. Maka diawal-awal perkawinan anda, persoalan-persoalan semacam ini akan menjadi persoalan yang tidak sederhana. "Istri salah bumbu", ini membutuhkan silaturahmi yang tidak singkat waktunya.

Nah, tapi untunglah pada saat itu saya berfikir praktis saja, ini kalau saya bercerai hanya gara-gara soal garam rasanya kok tidak lucu, mosok hanya karena soal garam saja ini harus menjatuhkan talak kepada istri. Maka saat itu saya membayangkan kelaparan di papua, ini apapun masakan istri saya ini kalau saya makan di papua sana, wah pasti enak sekali. kalau makanan ini saya makan tepat di pengungsian-pengungsian korban banjir di Banjarnegara Jawa Tengah, di Jember Jawa Timur, soal garam ini pasti menjadi tidak penting. Jadi makanan di depan saya ini bisa saya beri makna sesuai dengan kehendak saya. Ketika ia saya tatap dengan makna seorang pengungsi yang sedang kelaparan, semua masalah itu ternyata rampung dengan tiba-tiba. Nah, pemberian makna ini ternyata tergantung pada keputusan kita. (PrieGS)

Terima kasih telah membaca artikel tentang Makna Itu Tergantung Pemberian Kita - Refleksi Prie GS- di blog Refleksi Prie GS bila artikel ini bermanfaat silahkan bookmark halaman ini di web browser anda, dengan cara menekan Ctrl + D pada tombol keyboard anda.

Artikel terbaru :